Daily Archives: February 28, 2009

Daerah G-Spot Ala Bugis

Ketahuilah bahwa uraian hari ini (soal kitab persetubuhan bugis), membuat sy secara refleks menguji nafas hidung dan ternyata hembusan lubang kanan masih lebih deras (tokcer), meski usia sudh msk 55. Ha.ha.ha +62811415***

Pesan singkat salah seorang pembaca Tribun di atas, hanyalah satu dari seratusan pertanyaan dan eskpersi senada yang masuk ke redaksi, sejak tulisan ini muncul pekan lalu.
Muhlis Hadrawi, penulis buku ini, senantiasa mengingatkan di bagian awal, tengah, dan mengunci di akhir bab tulisannya, bahwa Assikalaibineng bukanlah ilmu pelampiasan hasrat biologis sebagai wujud paling alamiah sebagai makhluk saja.
Penulis menggunakan istilah tasawupe’ allaibinengengnge untuk menjelaskan kedudukan persetubuhan yang lebih dulu disahkan dengan akad nikah dan penegasan kedudukan manusia yang berbeda dengan binatang saat melakukan persetubuhan.
Ini juga sekaligus wujud penghormatan dan menjaga martabat keluarga dalam kerangka mendekatkan diri kepada Allah (hal 123).
Pada bagian awal bab tata laku hubungan suami-istri, Muhlis mengomentari satu dari tujuh manuskrip Assikalaibineng yang menjadi rujukan utamanya menulis buku ini.
Dikatakan ini sebagai pustaka penuntun tata cara hubungan seks untuk suami-istri sebagai ilmu yang dipraktikkan Sayyidina Ali dan Fatimah.
Muhlis memulainya dengan kisah perbincangan tertutup Ali dan istrinya, yang juga putri Nabi, di tahun ketiga pernikahan mereka.
Perkawinan keduanya menghadapi satu masalah sebab Ali belum mengetahui dengan benar bagaimana tata cara menggauli Fatimah.
“Kala itu,” tulis Muhlis, “Fatimah mengeluarkan ucapan yang menyindir Ali, “Apakah kamu mengira baik apabila tidak menyampaikan titipan Tuhan?”
Ali kontan merasa malu dan sangat bersalah. “Ali mulai sadar kalau ia belum memberikan apa yang menjadi keinginan Fatimah di kamar tidur. Maka Ali meminta Fatimah memberitahu keinginan Fatimah dan memintanya untuk mempelajarinya.”
“Fatimah pun merekomendasikan Muhammad Rasulullah, yang tak lain bapak Fatimah. Datanglah Ali ke Nabi Muhammad dan selanjutnya terjadilah transfer pengetahuan dari bapak mertua kepada anak menantu.”
Transfer ilmu atau proses makkanre guru seperti ini amat biasa dalam tradisi Bugis-Makassar, khususnya keluarga yang mengamalkan ajaran tarekat-tarekat.
Kisah di atas sekaligus menjelaskan bahwa lelaku dan zikir Assikalaibineng tak terlambat untuk dipelajari.
Memang idealnya, tata laku hubungan Assakalaibineng ini diajarkan di awal masa nikah, namun bagi mereka yang ingin mengamalkannya hanya perlu membulatkan tekad, untuk mengubah cara padangnya, bahwa hubungan suami-istri versi Islam yang terangkum dalam lontara ini, berbeda dengan literatur, hasil konsultasi, atau frequent ask and question (FAQ) soal seks yang selama ini sumber dominannya dari ilmu kedokteran Barat.
Pada sub bab Teknik Mengendalikan Emosi Seks atau Hawa Nafsu (hal 150), buku ini menyajikan laku zikir untuk mengiringi gerakan seksual dari pihak suami.
“lelaku zikir ini menjadi penyeimbang nuansa erotis dan terkesan tidak vulgar.”
Teknik mengatur napas adalah inti dari ketahanan pihak suami.
Untuk menjaga endurance napas suami agar istrinya bisa mencapai orgasme, misalnya, saat kalamung (zakar) bergerak masuk urapa’na (vagina) disarankan membaca lafal (dalam hati) Subhanallah sebanyak 33 kali disertai tarikan nafas.
“Narekko mupattamamai kalammu, iso’i nappasse’mu”.
Sebaliknya, jika menarik zakar, maka hembuskanlah napasmu (narekko mureddui kalamummu, muassemmpungenggi nappase’mu), dan menyebutkan budduhung.
Bahkan bisa dibayangkan karena babang urapa’na (pintu vagina) perempuan ada empat bagian, maka di bagian awal penetrasi, disarankan hanya memasukkan sampai bagian kepala kalamummu lalu menariknya sebanyak 33 dengan tarikan napas dan disertai zikir, hanya untuk menyentuh “timungeng bunga sibollo” (klitoris bagian kiri).
Mungkin bagi generasi sekarang, lafalan zikir dalam hati saat bersetubuh akan sangat lucu, namun pelafalan Subhanallah sebanyak 33 kali dan perlahan dan diikuti tarikan napas akan membuat daya tahan suami melebihi ekspektasi istri! (hal 80)
“Mmupanggoloni kalamummu, mubacasi iyae/ya qadiyal hajati mufattikh iftahkna/…..! Pada ppuncu’ni katauwwammu pada’e tosa mpuccunna bunga’e (sibolloe)/tapauttmani’ katawwammu angkanna se’kkena, narekko melloko kennai babangne ri atau, lokkongi ajae ataummu mupallemmpui aje; abeona makkunraimmu, majeppu mukennai ritu atau…., na mubacaisi yae wikka tellu ppulo tellu/subhanallah../”
Artinya, “….arahkan zakarmu, dan bacalah ini/Ya qadiyyal hajati mufattikh iftakhna/….kemudian cium dadanya,. lalu naikkan panggulnya, … ketika itu mekarlah kelaminnya layaknya mekarnya kelopak bunga, masukkan zakarmu hingga batas kepalanya, dan bacalah subhanallah 33 kali…. (hal 144).
Penggunaan kata timungeng bunga sibollo sekaligus menunjukkan bagaimana para orang Bugis-Makassar terdahulu mengemas ungkapan-ungkapan erotis dalam bentuk perumpamaan yang begitu halus dan memuliakan kutawwa makkunraie (alat kelamin perempuan), dan ungkapan kalamummu (untuk zakar).


Bupati Minta Percepatan Penyelesaian Terminal Pasar Rappang.

TINJAU. Bupati H Rusdi Masse di dampingi sejumlah Kepala SKPD, saat melakukan kunjungan rencana pembangunan terminal yang berlokasi di Pasar Sentral Rappang.
Rencana penempatan pedagang yang akan menempati sejumlah kios, lods dan pelataran dilokasi bangunan baru Pasar Sentral Rappang Kecamatan Panca Rijang Kabupaten Sidrap, yang rencananya akan dioperasikan pada pertengahan Maret 2009 mendatang, diminta kepada pihak pengelola pasar tersebut, khususnya Kepada Dinas Pendapatan Daerah untuk segera merampungkan kelengpakan administrasi bagi para calon penghuni/pedagang pasar.

Demikian disampaikan Bupati Sidrap, H Rusdi Masse, saat melakukan kunjungan di Pasar Sentral Rappang, Senin (23/2) yang didampingi Asisten II, Drs Laholling dan sejumlah Kepala SKPD diantaranya, Kepala BPKD Sidrap, H Abd Majid SE, M.Si, Kadis Kimprasda, Ir H Bachtiar Tamin, M.Si, Kabag Bina Pembangunan Setda Sidrap, Drs Abd Rasyid, M.Si, Camat Panca Rijang, Anwar Lambogo, S.IP, Lurah Rappang, Emmiati Samir dan staf Dispenda Sidrap lainnya.
Dalam kunjungan tersebut, Bupati Rusdi Masse meminta kepada pihak panitia pembangunan untuk segera merampungkan lokasi pembangunan terminal yang pada saat berfungsinya pasar, lokasi terminal juga sudah dapat difungsikan untuk menghindari kemacetan kendaraan, khususnya bagi kendaraan pribadi dan penumpang umum, sehingga tidak memunculkan perparkiran yang semrawut.
Menurutnya, untuk mempercepat pembangunan lokasi terminal tersebut, pihaknya memerintahkan kepada Camat panca Rijang, Lurah Rappang dan Asisten II Bidang Pembangunan yang juga mantan Camat Panca Rijang untuk melakukan negosiasi pembebasan lokasi kepada pemilik lahan yang rencananya akan difungsikan sebagai lokasi terminal, dan mengharapkan hasilnya dapat diketahui dalam waktu dekat ini.
Sementara Kepala Pengelola Pasar Sentral Rappang, Abd Rahman Arsyad, yang ditemui secara terpisah mengatakan, proses administrasi pemindahan para penghuni/ pedagang pasar sentral Rappang sudah hampir rampung yang rencananya akan dihuni oleh masing pengusaha yang terbagi dalam 3 macam tempat yaitu, penghuni kios sebanyak 256 unit, penghuni lods sebanyak 536 unit dan penghuni pelataran sebanyak 816 unit.


Andi Abdullah Bau Massepe Pahlawan Nasional

Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai pahlawannya. Sejauh mana sikap penghargaan kita terhadap jasa mereka dalam membela dan mempertahankan kemerdekaan sepertinya masih perlu dipertanyakan. Di tengah hiruk pikuk pembangunan dewasa ini, banyak generasi muda kurang mengenal sejarah bangsanya termasuk pahlawannya. Untuk menumbuhkan rasa menghargai tentu terlebih dahulu didahului rasa mengenal.

Dari Sulawesi Selatan, khususnya dari Kota Parepare misalnya kita mengenal pahlawan nasional yang gagah berani, Andi Abdullah Bau Massepe. Gajah mati meninggalkan Gading, Manusia Mati Meninggalkan Nama. Demikian pepatah Melayu yang sering orang ucapkan ketika seorang sosok manusia gugur tetapi meninggalkan nama yang harum. Andi Abdullah Bau Massepe, nama yang patut dikenang karena sepak terjangnya dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan.
Kisah heroik yang dilakukan Andi Abdullah Bau Massepe dalam mepertahankan harga diri dan martabat bangsanya telah mengisi lembaran dalam historigrafi Indonesia. Apa yang dilakukannya selama 60 tahun lalu adalah peristiwa sejarah yang obyektif yang tak dapat kita saksikan kembali. Dari jejak-jejak sejarah dan catatan tentang sepak terjang putra bangsawan Bugis yang satu ini, semangat juang dan pengabdian kepada bangsanya tidak perlu diragukan. Pendiriannya tegas dan kecintaannya kepada negara telah diketahui banyak orang, meski sikap kesatria tersebut pada akhirnya ditebus dengan nyawa.

Ia adalah seorang bangwasan yang merakyat. Kedekatannya kepada rakyat mewarnai tingkahlakunya sehari-hari. Sebagai seorang Datu, tugas dan tanggung jawabnya terasa berat, namun hal itu dilaluinya dengan penuh rasa tanggung jawab. Saat mendengar berita gembira proklamasi yang dikumandangkan oleh Soekarno, langkah pertama yang dilakukannya adalah membentuk tim pemerintahan. Disepakati mengubah SUDARA menjadi BPRI (Badan Penunjang Republik Indonesia) pada tanggal 29 September 1945, yang bertujuan mempertahankan dan berdiri di belakang Republik dengan pimpinan tertinggi Andi Abdullah Bau Massepe.

Upaya Belanda yang berusaha kembali menancapkan kukunya di Indonesia termasuk di Sulawesi Selatan membuat para raja dan kelompok bangwasan yang anti Belanda mengadakan pertemuan di Jongaya tanggal 15 Oktober 1945. Pertemuan tersebut di hadiri Andi Djema (Luwu), Pajonga Daeng Ngalle, Raja Gantarang, Andi Sultan Daeng Raja, Raja Mandar, Andi Abdullah Madjid, Raja Balanipa, Ibu Depu, Andi Makkasau, Arung Galireng, dan Andi Abdullah Bau Massepe. Pertemuan tersebut menghasilkan satu ikrar bersama yaitu berada di belakang Republik.

Setelah pertemuan Jongaya, tidak berapa lama kemudian tepatnya di Bulan November di laksanakan pula pertemuan para Raja se Afdeling Parepare atas prakarsa Andi Abdullah Bau Massepe. Belanda kemudian berupaya memperlemah semangat dan kekuatan pro Republik. Pada bulan Oktober 1945, tentara Australia mengeluarkan ancaman akan menembak mati setiap orang yang terbukti memiliki senjata api termasuk pedang, keris, badik dan tombak. Dalam rangka mempersempit kegiatan yang dilakukan Dr. Ratulangi dikumpulkan raja-raja seperti Bone, Gowa, Luwu, Sidenreng, Maloesitasi, Balanipa, Bonthain, Galeong, Pangkajene, Bulu-Bulu, Binamu, Macege, Alla, Soppeng, Wajo dan lain-lain. Namun pertemuan tersebut tidak membuahkan hasil karena ada sejumlah raja yang berpihak kepada Republik.
Belanda secara pelan tapi pasti berupaya untuk tetap menekan para pimpinan swapraja untuk meneruskan kerjasama dengan mereka. Pada tanggal 11 hingga 12 Maret 1947 misalnya, sebanyak 12 raja yang pro Belanda dikumpulkan di Watampone. Mereka itu adalah Arumpone, Datu Soppeng, Adattuang Sawitto, Arung Sopengriaja, Maradia Tappalang, Raja Gowa, Aru Matowa Wajo, Adattuang Sidenreng, Aru Malusetasi, Aru Alla. Sementara dari tiga kerajaan yang ada di Sulawesi Tenggara dewasa itu, yakni Buton, Muna dan Laiwui, hanya Sultan Buton dan Raja Laiwoi yang hadir.

Sebelumnya, melihat situasi politik yang tak menentu, kelompok bangwasan yang ragu akan kedudukan akhirnya memutuskan untuk kembali meneruskan kerjasama dengan penguasa baru. Namun, hal itu tidak mengecilkan semangat juang kelompok bangwasan pro Republik, bahkan mereka terus melakukan berbagai perlawanan. Bahkan, perlawanan muncul di mana-mana. Akhirnya Belanda memutuskan menangkap mereka. Dr Ratulangi dan Lanto Daeng Pasewang diasingkan di Irian Barat. Pada tanggal 8 November 1946 Andi Mapanyukki ditangkap dan diasingkan di Rante Pao (Tana Toraja). Kemudian berturut-turut Andi Pangerang Petta Rani, Andi Baharuddin, Sultan Daeng Raja Baharuddin (Karaeng Pangkajene), Andi Abdullah Bau Massepe, Andi Pawelloi, Andi Solippase, Andi Hamzah, Andi Abdullah dan Andi Suppa juga ditangkap oleh Belanda.

Andi Abdullah Bau Massepe sendiri ditangkap tanggal 17 Oktober 1946 sekitar pukul 13.00 Wita dan selanjutnya di bawa ke Makassar. Pada tanggal 15 Januari 1947 Andi Abdullah Bau Massepe dipindahkan ke Pinrang dalam rangka pemeriksaan lebih lanjut. Pada tanggal 2 Februari 1947 ia ditembak mati atas keyakinan jiwa kemerdekaan yang bergelora dalam dirinya yang tak tergoyahkan. “Dan saya berkeyakinan bahwa jikalau bukan saya yang menikmati kemerdekaan, maka anak-anak sayalah Insya Allah kelak merasainya bersama-sama pemuda yang sedang tumbuh,” demikian salah satu pembelaannya sebelum ia ditembak mati.
Begitu teguh pendiriannya, sehingga dalam sebuah kesempatan Kapten Westerling yang dituduh bertanggungjawab atas korban pembunuhan 40.000 jiwa di Sulawesi Selatan, memberikan pengakuan dan penyampaian rasa hormatnya kepada isteri Andi Abdullah Bau Massepe. “Suamimu Abdullah Bau Massepe adalah jantan dan laki-laki. Ia bertanggungjawab atas semua tindakannya. Ia tidak mau mengorbankan orang lain demi kepentingan sendiri. Sikap jantan itu sangat saya hormati”. (ode)

*) Materi sebagian disarikan dari tulisan saudara Drs. Suriadi Mappangara, M. Hum yang berjudul “ANDI BAU MASSEPE Seorang Pejuang yang Satu Kata dengan Perbuatan”. Bahan materi Seminar Kejuangan Bau Massepe yang dilaksanakan pada tanggal 7 Februari 2004.


Biografi BJ. Habibie

Bapak Prof. DR. Ing. H. Bacharuddin Jusuf Habibie

Prof. Dr.-Ing. Dr. Sc. H.C. Mult. Bacharuddin Jusuf Habibie lahir tanggal 25 Juni 1936 di Parepare, Sulawesi Selatan Indonesia. Anak ke empat dari delapan bersaudara dari pasangan Alwi Abdul Jalil Habibie dan R.A. Tuti Marini Puspowardoyo. Dia hanya satu tahun kuliah di Institut Teknologi Bandung (ITB) karena pada tahun 1955 dia dikirim oleh ibunya belajar di Rheinisch Westfalische Technische Honuchscule, Aschen Jerman.

B.J. Habibie menikahi dr. Hasri Ainun Besari, anak ke empat dari delapan bersaudara keluarga H. Mohammad Besari, pada tanggal 12 Mei tahun 1962 dan sekarang mereka dikaruniai dua orang putra dengan lima orang cucu.

Setelah menyelesaikan kuliahnya dengan tekun selama lima tahun, B.J. Habibie memperoleh gelar Insinyur Diploma dengan predikat Cum Laude di Fakultas Teknik Mekanik Bidang Desain dan Konstruksi Pesawat Udara. Pemuda Habibie adalah seorang muslim yang sangat alim yang selalu berpuasa Senin dan Kamis. Kejeniusannya membawanya memperoleh Gelar Doktor Insinyiur di Fakultas Teknik Mekanik Bidang Desain dan Konstruksi Pesawat Udara dengan predikat Cum Laude tahun 1965.

B.J. Habibie memulai kariernya di Jerman sebagai Kepala Riset dan Pembangunan Analisa Struktur Hamburger Flugzeugbau Gmbh, Hamburg Jerman (1965-1969). Kepala Metode dan Teknologi Divisi Pesawat Terbang Komersial dan Militer MBB Gmbh, Hamburg dan Munchen (1969-1973). Wakil Presiden dan Direktur Teknologi MBB Gmbh Hambur dan Munchen (1973-1978), penasehat teknologi senior untuk Direktur MBB bidang luar negeri (1978). Pada tahun 1977 dia menyampaikan orasi jabatan guru besarnya tentang konstruksi pesawat terbang di ITB Bandung.

Image

Tergugah untuk melayani pembangunan bangsa, tahun 1974 B.J. Habibie kembali ke tanah air, ketika Presiden Soeharto memintanya untuk kembali. Dia memulai kariernya di tanah air sebagai Penasehat Pemerintah Indonesia pada bidang teknologi tinggi dan teknologi pesawat terbang yang langsung direspon oleh Presiden Republik Indonesia (1974-1978). Pada tahun 1978 dia diangkat sebagai Menteri Negara Riset dan Teknologi merangkap sebagai kepala BPPT. Dia memegang jabatan ini selama lima kali berturut-turut dalam kabinet pembangunan hingga tahun 1998.

Sebelum masyarakat Indonesia menggelar pemilihan umum tahun 1997, Habibie menyampaikan kepada keluarga dan kerabatnya secara terbatas bahwa dia merencanakan berhenti dari jabatan selaku menteri setelah Kabinet Pembangunan Enam berakhir. Namun, manusia merencanakan Tuhan yang menentukan. Tanggal 11 Maret 1998, MPR memilih dan mengangkat B.J. Habibie sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia ketujuh.

Pada saat bersamaan, krisis ekonomi melanda kawasan Asia Tenggara termasuk Indonesia, dan hal itu segera berdampak pada krisis politik dan krisis kepercayaan. Kriris berubah menjadi serius dan masyarakat mulai menuntut perubahan dan akhirnya tanggal 21 Mei 1998, Presiden Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya. Sesuai pasal 8 UUD 1945, pada hari yang sama, sebelum itu, B.J. Habibie diambil sumpah jabatannya sebagai Presiden oleh Ketua Mahkamah Agung RI.

Presiden B.J. Habibie memegang jabatan presiden selama 518 hari dan selama masa itu, dibawah kepemimpinannya Indonesia tidak hanya sukses menyelenggarakan pemilihan umum yang jujur dan adil pertama kali tanggal 7 Juni 1999, tetapi juga sukses membawa perubahan yang signifikan terhadap stabilitas, demokratis dan reformasi.

Prof. B.J. Habibie mempunyai medali dan tanda jasa nasional dan internasional, termasuk ‘Grand Officer De La Legium D’Honour, hadiah tertinggi dari Pemerintah Perancis atas konstribusinya dan pembangunan industri di Indonesia pada tahun 1997; ‘Das Grosskreuz’ medali tertinggi atas konstribusinya dalam hubungan Jerman-Indonesia tahun 1987; ‘Edward Warner Award, pemberian dari Dewan Eksekutif Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) pada tahun 1994; ‘Star of Honour ‘Lagran Cruz de la Orden del Merito Civil dari Raja Spanyol tahun 1987. Dia juga menerima gelar doktor kehormatan dari sejumlah universitas, seperti Institut Teknologi Cranfield, Inggris; Universitas Chungbuk Korea dan beberapa universitas lainnya.

Selama kariernya, dia memegang 47 posisi penting seperti Direktur Presiden IPTN Bandung, Presiden Direktur PT PAL Surabaya, Presiden Direktur PINDAD, Ketua Otorita Pembangunan Kawasan Industri Batam, Kepala Direktur Industri Strategis (BPIS) dan Ketua ICMI. Sampai sekarang, ia masih menjabat sebagai Presiden Forum Islam Internasional dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi dan pengembangan SDM sejak tahun 1977, Penyantun dan Ketua Habibie Centre untuk urusan luar negeri sejak tahun 1999.

Dia juga anggota beberapa institusi non pemerintah internasional seperti Dewan Gerakan Internasional sejak tahun 2002, sebuah LSM yang beranggotakan kurang lebih 40 orang mantan presiden dan Perdana Menteri dari beberapa negara. Dia juga anggota pendiri Perkumpulan Islam Internasional Rabithah ‘Alam Islam sejak tahun 2001 yang bermarkas besar di Mekkah, Saudi Arabia. Dari semua organisasi yang disebutkan sebagian besar telah meminta Habbie menjadi salah satu pendiri Asosiasi Etika Internasional, Politik dan Ilmu Pengetahuan yang telah berdiri pada tanggal 6 Oktober tahun 2003 di Bled Slovenia yang anggotanya terdiri dari negarawan dan ilmuwan dari sejumlah negara.

Aktivitas sebelumnya terlibat dalam proyek perancangan dan desain pesawat terbang seperti Fokker 28, Kendaraan Militer Transall C-130, Kendaraan Pesawat Terbang yang terbang dan mendarat secara vertikal, CN-235, dan pesawat terbang pemadam kebakaran N-250. Dia juga termasuk perancang dan desainer yang jlimet Helikopter BO-105, Pesawat Terbang Tempur segala arah, beberapa missil dan proyek satelit. Prof B.J Habibie mempublikasikan 48 karya imiah ilmu pengetahuan dalam bidang Thermo dinamik, Konstruksi, Thermo Instalasi Udara dinamik.

Diterjemahkan oleh La Ode A Rahman, Staf Bagian Humas dan Protokol Setdako Parepare dari Buku Bacharuddin Jusuf Habibie, Prof. Dr-Ing. Dr.Sc. H. C. Mult, The Habibie Center.


Profile Anggota Dewan Parepare

Untuk lebih lengkpa klik ini: DPRD Parepare