Category Archives: Profile Ajatappareng

Suku Kaum Bugis

 

Suku kaum Bugis merupakan salah satu etnik yang terdapat di dalam kelompok ras berbilang bangsa di negeri Sabah. Kebanyakan suku kaum ini telah menetap di pantai Timur Sabah iaitu di daerah Tawau, Semporna, Kunak dan Lahad Datu.

Dari aspek sosial, suku kaum ini lebih terkenal dengan kerabat pangkat diraja (keturunan dara), mementingkan soal status individu dan persaudaraan sesama keluarga. Dari segi perkahwinan,suku kaum ini lebih suka menjalinkan perkahwinan dengan keluarga terdekat dan perceraian pula merupakan hubungan sosial yang amat tidak disukai oleh suku kaum ini kerana ia meruntuhkan hubungan kekeluargaan dan bertentangan dengan nilai-nilai agama.

Pakaian tradisional suku kaum Bugis.

Pada dasarnya, suku kaum ini kebanyakannya beragama Islam Dari segi aspek budaya, suku kaum Bugis menggunakan dialek sendiri dikenali sebagai ‘Bahasa Ugi’ dan mempunyai tulisan huruf Bugis yang dipanggil ‘aksara’ Bugis. Aksara ini telah wujud sejak abad ke-12 lagi sewaktu melebarnya pengaruh Hindu di Kepulauan Indonesia.

Aksara Bugis.

Sejarah kedatangan suku kaum Bugis di Sabah (Tawau khususnya) berkaitan dengan sejarah penerokaan Tawau. Adalah dipercayai suku kaum ini telah meninggalkan Kepulauan Sulawesi menuju ke Pulau Jawa, Sumatera, Semenanjung Malaysia, Kalimantan dan Borneo sejak abad ke-16 lagi.

Continue reading


Raja-Raja di Malaysia Berdarah Bugis

 

(ANTARA News) – Dari sembilan raja yang memerintah di Malaysia, ternyata pada umumnya merupakan keturunan Raja Bugis dari Kerajaaan Luwu, Sulawesi Selatan. Hal itu terungkap pada Seminar Penelusuran Kerabat Raja Bugis, Sulsel dengan raja-raja Johor-Riau-Selangor, Malaysia di Makassar, Rabu.

“Berdasarkan hasil penelusuran silsilah keturunan dan tinjauan arkeologi diketahui, 14 provinsi di Malaysia, sembilan diantaranya diperintah oleh raja yang bergelar datuk (dato`) atau sultan, sedang empat provinsi lainnya diperintah gubernur yang bukan raja,” kata Prof Emeritus Dato` Dr Moh Yusoff bin Haji Hasyim, President Kolej Teknologi Islam Antarbangsa Melaka. Menurut dia, dari segi silsilah, kesembilan raja yang memiliki hak otoritas dalam mengatur pemerintahannya itu, berasal dari komunitas Melayu-Bugis, Melayu-Johor dan Melayu-Minangkabau. Sebagai contoh, lanjutnya, pemangku Kerajaan Selangor saat ini adalah turunan dari Kerjaan Luwu, Sulsel. Merujuk Lontar versi Luwu` di museum Batara Guru di Palopo dan kitab Negarakerjagama, menyebutkan tradisi `raja-raja Luwu` ada sejak abad ke-9 masehi dan seluruh masa pemerintahan kerajaan Luwu terdapat 38 raja.

Raja yang ke-26 dan ke-28 adalah Wetenrileleang berputrakan La Maddusila Karaeng Tanete, yang kemudian berputrikan Opu Wetenriborong Daeng Rilekke` yang kemudian bersuamikan Opu Daeng Kemboja. “Dari hasil perkawinannya itu lahir lima orang putra, masing-masing Opu Daeng Parani, Opu Daeng Marewah, Opu Daeng Cella`, Opu Daeng Manambong dan Opu Daeng Kamase,” paparnya sembari menambahkan, putra-putra inilah yang kemudian merantau ke Selangor dan menjadi cikal bakal keturunan raja-raja di Malaysia hingga saat ini. Lebih jauh dijelaskan, dengan penelusuran sejarah dan silsilah keluarga itu, diharapkan dapat lebih mendekatakan hubungan antara kedua rumpun Melayu yakni Melayu Selangor dan Bugis. Menurut Moh Jusoff, dari segi kedekatan emosional, silsilah dan genesitas komunitas di Malaysia dan Indonesia tidak bisa dipisahkan. Hanya saja, belum bisa merambah ke persoalan politik karena ranah politik Malaysia berbeda dengan politik Indonesia termasuk mengenai tata pemerintahan dan kemasyarakatannya. Sementara itu, Andi Ima Kesuma,M.Hum, pakar kebudayaan dari Universitas Hasanuddin (Unhas) yang juga Kepala Museum Kota Makassar mengatakan, kekerabatan keturunan raja-raja di Malaysia dan raja-raja Bugis di Sulsel tertuang dalam Sure` Lagaligo maupun dalam literatur klasik lainnya.

“Hanya saja, gelaran yang dipakai di tanah Bugis tidak lagi digunakan di lokasi perantauan (Malaysia) karena sudah berasimilasi dengan situasi dan kondisi di lokasi yang baru,” katanya. Gelar Opu dang Karaeng yang lazim digunakan bagi keturunan raja rai Luwu dan Makassar tidak lagi dipakai di Malaysia melainkan sudah bergelar tengku, sultan atau dato`.(*)


Lontara Powada Adaeng-Ngi Indal Patara

Transliterasi oleh

Drs. H. Andi Badaruddin Buraerah

Dari lontaraqnya pammatuangekku Attabe, Wettee Panca Lautang

Ripammulai rampe-rampe-i Lontaraq powada adaeng-ngi INDAL PATARA.

Ritette-i genrang arajang-nge sompani Perdana Menteri-e makkada jajiang-ngi anak permata mattapa seajitta. Napada marennu manengna To maegae engka-e takkappo. Nakkadana Arung-nge topada tama wanuwa-E mitai paramata mattapana SAMATAPURA. Tessiagato ettana pada Iettu’ni napada menre’na ri salassa-E, massuni RAJA BOKORO MABESPAN passaniyasang-ngi kadera sibawa waE ri cere’ ulaweng-nge ribelo-beloi paramata ako’. Natettong-na datuwe SAMATAPURA sibawa tomaegana pakarajai, nakkatenni-ni limanna napatudang-ngi ri kadera ulaweng penno-we ratna mutumanikam, napada marennu manengna To maraja-e engka-e takkappo ri wanuwa-e Samatapura, nasaba marennu manekki ri wettu jajiangetta anak paramata mattappa, nasaba namaseitta muwanneki puwang Allah taala. Nakkadana Raja Bokoro: “E…siajikku rennumani mengkaiyya’ sibawa asauk kinin nawang”.

Naiyya sininna lise’na Salassa-e tessi tolingeng teppa timunna tau mega-e. De-na nappisau oni-oni-e, maggambo’ni anak karungnge, serene bone bolae, jagani To Maraja-e,makkelon-ni Dayang-DayangE, enreng-nge tau makessing-nge saddan na. riyakkani pattowanan na Arung – nge. Alamassiya- siya muwa tedong tedong ritunu , saping, bembe’ bembala, jonga, manu’, itik. Continue reading


PDAM Sidrap Merugi Ratusan Juta

Oleh : H.SALMAN (Alumni Program Pascasarjana Universitas Negeri Makassar)

 

Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Sidenreng Rappang (Sidrap) mengaku merugi hingga ratusan juta rupiah. Hal itu disebabkan maraknya pencurian air menggunakan instalasi ilegal di pemukiman warga, khususnya di wilayah Pangkajene. Direktur Utama (Dirut) PDAM Sidrap, Salman mengatakan, aksi pencurian itu terungkap setelah pihaknya melakukan pengecekan di lapangan karena ada indikasi kehilangan air yang cukup tinggi, khususnya dalam kota Pangkajene. Continue reading


Andi Abdullah Bau Massepe Pahlawan Nasional

Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai pahlawannya. Sejauh mana sikap penghargaan kita terhadap jasa mereka dalam membela dan mempertahankan kemerdekaan sepertinya masih perlu dipertanyakan. Di tengah hiruk pikuk pembangunan dewasa ini, banyak generasi muda kurang mengenal sejarah bangsanya termasuk pahlawannya. Untuk menumbuhkan rasa menghargai tentu terlebih dahulu didahului rasa mengenal.

Dari Sulawesi Selatan, khususnya dari Kota Parepare misalnya kita mengenal pahlawan nasional yang gagah berani, Andi Abdullah Bau Massepe. Gajah mati meninggalkan Gading, Manusia Mati Meninggalkan Nama. Demikian pepatah Melayu yang sering orang ucapkan ketika seorang sosok manusia gugur tetapi meninggalkan nama yang harum. Andi Abdullah Bau Massepe, nama yang patut dikenang karena sepak terjangnya dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan.
Kisah heroik yang dilakukan Andi Abdullah Bau Massepe dalam mepertahankan harga diri dan martabat bangsanya telah mengisi lembaran dalam historigrafi Indonesia. Apa yang dilakukannya selama 60 tahun lalu adalah peristiwa sejarah yang obyektif yang tak dapat kita saksikan kembali. Dari jejak-jejak sejarah dan catatan tentang sepak terjang putra bangsawan Bugis yang satu ini, semangat juang dan pengabdian kepada bangsanya tidak perlu diragukan. Pendiriannya tegas dan kecintaannya kepada negara telah diketahui banyak orang, meski sikap kesatria tersebut pada akhirnya ditebus dengan nyawa.

Ia adalah seorang bangwasan yang merakyat. Kedekatannya kepada rakyat mewarnai tingkahlakunya sehari-hari. Sebagai seorang Datu, tugas dan tanggung jawabnya terasa berat, namun hal itu dilaluinya dengan penuh rasa tanggung jawab. Saat mendengar berita gembira proklamasi yang dikumandangkan oleh Soekarno, langkah pertama yang dilakukannya adalah membentuk tim pemerintahan. Disepakati mengubah SUDARA menjadi BPRI (Badan Penunjang Republik Indonesia) pada tanggal 29 September 1945, yang bertujuan mempertahankan dan berdiri di belakang Republik dengan pimpinan tertinggi Andi Abdullah Bau Massepe.

Upaya Belanda yang berusaha kembali menancapkan kukunya di Indonesia termasuk di Sulawesi Selatan membuat para raja dan kelompok bangwasan yang anti Belanda mengadakan pertemuan di Jongaya tanggal 15 Oktober 1945. Pertemuan tersebut di hadiri Andi Djema (Luwu), Pajonga Daeng Ngalle, Raja Gantarang, Andi Sultan Daeng Raja, Raja Mandar, Andi Abdullah Madjid, Raja Balanipa, Ibu Depu, Andi Makkasau, Arung Galireng, dan Andi Abdullah Bau Massepe. Pertemuan tersebut menghasilkan satu ikrar bersama yaitu berada di belakang Republik.

Setelah pertemuan Jongaya, tidak berapa lama kemudian tepatnya di Bulan November di laksanakan pula pertemuan para Raja se Afdeling Parepare atas prakarsa Andi Abdullah Bau Massepe. Belanda kemudian berupaya memperlemah semangat dan kekuatan pro Republik. Pada bulan Oktober 1945, tentara Australia mengeluarkan ancaman akan menembak mati setiap orang yang terbukti memiliki senjata api termasuk pedang, keris, badik dan tombak. Dalam rangka mempersempit kegiatan yang dilakukan Dr. Ratulangi dikumpulkan raja-raja seperti Bone, Gowa, Luwu, Sidenreng, Maloesitasi, Balanipa, Bonthain, Galeong, Pangkajene, Bulu-Bulu, Binamu, Macege, Alla, Soppeng, Wajo dan lain-lain. Namun pertemuan tersebut tidak membuahkan hasil karena ada sejumlah raja yang berpihak kepada Republik.
Belanda secara pelan tapi pasti berupaya untuk tetap menekan para pimpinan swapraja untuk meneruskan kerjasama dengan mereka. Pada tanggal 11 hingga 12 Maret 1947 misalnya, sebanyak 12 raja yang pro Belanda dikumpulkan di Watampone. Mereka itu adalah Arumpone, Datu Soppeng, Adattuang Sawitto, Arung Sopengriaja, Maradia Tappalang, Raja Gowa, Aru Matowa Wajo, Adattuang Sidenreng, Aru Malusetasi, Aru Alla. Sementara dari tiga kerajaan yang ada di Sulawesi Tenggara dewasa itu, yakni Buton, Muna dan Laiwui, hanya Sultan Buton dan Raja Laiwoi yang hadir.

Sebelumnya, melihat situasi politik yang tak menentu, kelompok bangwasan yang ragu akan kedudukan akhirnya memutuskan untuk kembali meneruskan kerjasama dengan penguasa baru. Namun, hal itu tidak mengecilkan semangat juang kelompok bangwasan pro Republik, bahkan mereka terus melakukan berbagai perlawanan. Bahkan, perlawanan muncul di mana-mana. Akhirnya Belanda memutuskan menangkap mereka. Dr Ratulangi dan Lanto Daeng Pasewang diasingkan di Irian Barat. Pada tanggal 8 November 1946 Andi Mapanyukki ditangkap dan diasingkan di Rante Pao (Tana Toraja). Kemudian berturut-turut Andi Pangerang Petta Rani, Andi Baharuddin, Sultan Daeng Raja Baharuddin (Karaeng Pangkajene), Andi Abdullah Bau Massepe, Andi Pawelloi, Andi Solippase, Andi Hamzah, Andi Abdullah dan Andi Suppa juga ditangkap oleh Belanda.

Andi Abdullah Bau Massepe sendiri ditangkap tanggal 17 Oktober 1946 sekitar pukul 13.00 Wita dan selanjutnya di bawa ke Makassar. Pada tanggal 15 Januari 1947 Andi Abdullah Bau Massepe dipindahkan ke Pinrang dalam rangka pemeriksaan lebih lanjut. Pada tanggal 2 Februari 1947 ia ditembak mati atas keyakinan jiwa kemerdekaan yang bergelora dalam dirinya yang tak tergoyahkan. “Dan saya berkeyakinan bahwa jikalau bukan saya yang menikmati kemerdekaan, maka anak-anak sayalah Insya Allah kelak merasainya bersama-sama pemuda yang sedang tumbuh,” demikian salah satu pembelaannya sebelum ia ditembak mati.
Begitu teguh pendiriannya, sehingga dalam sebuah kesempatan Kapten Westerling yang dituduh bertanggungjawab atas korban pembunuhan 40.000 jiwa di Sulawesi Selatan, memberikan pengakuan dan penyampaian rasa hormatnya kepada isteri Andi Abdullah Bau Massepe. “Suamimu Abdullah Bau Massepe adalah jantan dan laki-laki. Ia bertanggungjawab atas semua tindakannya. Ia tidak mau mengorbankan orang lain demi kepentingan sendiri. Sikap jantan itu sangat saya hormati”. (ode)

*) Materi sebagian disarikan dari tulisan saudara Drs. Suriadi Mappangara, M. Hum yang berjudul “ANDI BAU MASSEPE Seorang Pejuang yang Satu Kata dengan Perbuatan”. Bahan materi Seminar Kejuangan Bau Massepe yang dilaksanakan pada tanggal 7 Februari 2004.


Biografi BJ. Habibie

Bapak Prof. DR. Ing. H. Bacharuddin Jusuf Habibie

Prof. Dr.-Ing. Dr. Sc. H.C. Mult. Bacharuddin Jusuf Habibie lahir tanggal 25 Juni 1936 di Parepare, Sulawesi Selatan Indonesia. Anak ke empat dari delapan bersaudara dari pasangan Alwi Abdul Jalil Habibie dan R.A. Tuti Marini Puspowardoyo. Dia hanya satu tahun kuliah di Institut Teknologi Bandung (ITB) karena pada tahun 1955 dia dikirim oleh ibunya belajar di Rheinisch Westfalische Technische Honuchscule, Aschen Jerman.

B.J. Habibie menikahi dr. Hasri Ainun Besari, anak ke empat dari delapan bersaudara keluarga H. Mohammad Besari, pada tanggal 12 Mei tahun 1962 dan sekarang mereka dikaruniai dua orang putra dengan lima orang cucu.

Setelah menyelesaikan kuliahnya dengan tekun selama lima tahun, B.J. Habibie memperoleh gelar Insinyur Diploma dengan predikat Cum Laude di Fakultas Teknik Mekanik Bidang Desain dan Konstruksi Pesawat Udara. Pemuda Habibie adalah seorang muslim yang sangat alim yang selalu berpuasa Senin dan Kamis. Kejeniusannya membawanya memperoleh Gelar Doktor Insinyiur di Fakultas Teknik Mekanik Bidang Desain dan Konstruksi Pesawat Udara dengan predikat Cum Laude tahun 1965.

B.J. Habibie memulai kariernya di Jerman sebagai Kepala Riset dan Pembangunan Analisa Struktur Hamburger Flugzeugbau Gmbh, Hamburg Jerman (1965-1969). Kepala Metode dan Teknologi Divisi Pesawat Terbang Komersial dan Militer MBB Gmbh, Hamburg dan Munchen (1969-1973). Wakil Presiden dan Direktur Teknologi MBB Gmbh Hambur dan Munchen (1973-1978), penasehat teknologi senior untuk Direktur MBB bidang luar negeri (1978). Pada tahun 1977 dia menyampaikan orasi jabatan guru besarnya tentang konstruksi pesawat terbang di ITB Bandung.

Image

Tergugah untuk melayani pembangunan bangsa, tahun 1974 B.J. Habibie kembali ke tanah air, ketika Presiden Soeharto memintanya untuk kembali. Dia memulai kariernya di tanah air sebagai Penasehat Pemerintah Indonesia pada bidang teknologi tinggi dan teknologi pesawat terbang yang langsung direspon oleh Presiden Republik Indonesia (1974-1978). Pada tahun 1978 dia diangkat sebagai Menteri Negara Riset dan Teknologi merangkap sebagai kepala BPPT. Dia memegang jabatan ini selama lima kali berturut-turut dalam kabinet pembangunan hingga tahun 1998.

Sebelum masyarakat Indonesia menggelar pemilihan umum tahun 1997, Habibie menyampaikan kepada keluarga dan kerabatnya secara terbatas bahwa dia merencanakan berhenti dari jabatan selaku menteri setelah Kabinet Pembangunan Enam berakhir. Namun, manusia merencanakan Tuhan yang menentukan. Tanggal 11 Maret 1998, MPR memilih dan mengangkat B.J. Habibie sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia ketujuh.

Pada saat bersamaan, krisis ekonomi melanda kawasan Asia Tenggara termasuk Indonesia, dan hal itu segera berdampak pada krisis politik dan krisis kepercayaan. Kriris berubah menjadi serius dan masyarakat mulai menuntut perubahan dan akhirnya tanggal 21 Mei 1998, Presiden Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya. Sesuai pasal 8 UUD 1945, pada hari yang sama, sebelum itu, B.J. Habibie diambil sumpah jabatannya sebagai Presiden oleh Ketua Mahkamah Agung RI.

Presiden B.J. Habibie memegang jabatan presiden selama 518 hari dan selama masa itu, dibawah kepemimpinannya Indonesia tidak hanya sukses menyelenggarakan pemilihan umum yang jujur dan adil pertama kali tanggal 7 Juni 1999, tetapi juga sukses membawa perubahan yang signifikan terhadap stabilitas, demokratis dan reformasi.

Prof. B.J. Habibie mempunyai medali dan tanda jasa nasional dan internasional, termasuk ‘Grand Officer De La Legium D’Honour, hadiah tertinggi dari Pemerintah Perancis atas konstribusinya dan pembangunan industri di Indonesia pada tahun 1997; ‘Das Grosskreuz’ medali tertinggi atas konstribusinya dalam hubungan Jerman-Indonesia tahun 1987; ‘Edward Warner Award, pemberian dari Dewan Eksekutif Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) pada tahun 1994; ‘Star of Honour ‘Lagran Cruz de la Orden del Merito Civil dari Raja Spanyol tahun 1987. Dia juga menerima gelar doktor kehormatan dari sejumlah universitas, seperti Institut Teknologi Cranfield, Inggris; Universitas Chungbuk Korea dan beberapa universitas lainnya.

Selama kariernya, dia memegang 47 posisi penting seperti Direktur Presiden IPTN Bandung, Presiden Direktur PT PAL Surabaya, Presiden Direktur PINDAD, Ketua Otorita Pembangunan Kawasan Industri Batam, Kepala Direktur Industri Strategis (BPIS) dan Ketua ICMI. Sampai sekarang, ia masih menjabat sebagai Presiden Forum Islam Internasional dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi dan pengembangan SDM sejak tahun 1977, Penyantun dan Ketua Habibie Centre untuk urusan luar negeri sejak tahun 1999.

Dia juga anggota beberapa institusi non pemerintah internasional seperti Dewan Gerakan Internasional sejak tahun 2002, sebuah LSM yang beranggotakan kurang lebih 40 orang mantan presiden dan Perdana Menteri dari beberapa negara. Dia juga anggota pendiri Perkumpulan Islam Internasional Rabithah ‘Alam Islam sejak tahun 2001 yang bermarkas besar di Mekkah, Saudi Arabia. Dari semua organisasi yang disebutkan sebagian besar telah meminta Habbie menjadi salah satu pendiri Asosiasi Etika Internasional, Politik dan Ilmu Pengetahuan yang telah berdiri pada tanggal 6 Oktober tahun 2003 di Bled Slovenia yang anggotanya terdiri dari negarawan dan ilmuwan dari sejumlah negara.

Aktivitas sebelumnya terlibat dalam proyek perancangan dan desain pesawat terbang seperti Fokker 28, Kendaraan Militer Transall C-130, Kendaraan Pesawat Terbang yang terbang dan mendarat secara vertikal, CN-235, dan pesawat terbang pemadam kebakaran N-250. Dia juga termasuk perancang dan desainer yang jlimet Helikopter BO-105, Pesawat Terbang Tempur segala arah, beberapa missil dan proyek satelit. Prof B.J Habibie mempublikasikan 48 karya imiah ilmu pengetahuan dalam bidang Thermo dinamik, Konstruksi, Thermo Instalasi Udara dinamik.

Diterjemahkan oleh La Ode A Rahman, Staf Bagian Humas dan Protokol Setdako Parepare dari Buku Bacharuddin Jusuf Habibie, Prof. Dr-Ing. Dr.Sc. H. C. Mult, The Habibie Center.


Profile Anggota Dewan Parepare

Untuk lebih lengkpa klik ini: DPRD Parepare